Selamat datang di unofficial Blog Yayasan dan Pondok Pesantren Al Madaniyyah Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau. Adapun tulisan-tulisan yang terdapat di Blog ini bukan mewakili pemilik yayasan, melainkan sekedar goresan dari seorang jema'ah dari Majelis Ta'lim yang diasuh oleh Yayasan ini. Terima kasih atas perhatian dan kunjungan Anda | Jadwal Majelis: 1. Pembacaan Maulid Simtud Duror (Kitab Maulid Baginda Rasulullah SAW, Karya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi - Hadhramaut) - Setiap Kamis Malam Jum'at Jam: 20:15 WIB s/d Selesai | 2. Pembacaan Sholawat Arba'in (Kitab Sholawat 40, Karya Al-Habib Toha Yahya - Shohibul Majelis Asma ul Husna wa Mawlidur Rasul - Kota Batam) - Setiap Ahad Ba'da Sholat Ashar Bersama Para Assatidz (Khusus Untuk Ahad Terakhir Setiap Bulannya Insya Allah Akan Dihadiri Juga Oleh Para Habaib Yang Dirangkai Dengan Tausiyah) | Jadwal Majelis Sewaktu-waktu Dapat Berubah Tanpa Pemberitahuan Terlebih Dahulu. Untuk Konfirmasi Tentang Jadwal Majelis, Silahkan Hubungi: Sekretariat Majelis Di Nomor Telepon: (0778) 468031 | Notification: This Blog is Recommended and Best Viewed With Internet Explorer 8 with 1024 x 768 and Above Monitor Resolution



08 April 2010

Tentang Upah Bagi Guru Mengaji

Jawaban Habib Munzir Al Musawa Seputar Upah Bagi Guru Mengaji dan Bagaimana Sebaiknya Sikap Seorang Da’i (Penyeru Ke Jalan Allah)

Sumber: Forum Tanya Jawab Majelis Rasulullah

Jawaban 1:

Saudaraku yg kumuliakan,

Boleh boleh saja mengambil bayaran dari mengajar agama, hal ini tidak disebut menjual agama, karena yg disebut menjual agama adalah menukar kebenaran dg kebatilan dengan iming iming bayaran dari fihak tertentu. Rasul saw bersabda : "Yang paling berhak untuk diambil upahnya adalah dari Kitabullah" (Shahih Bukhari Juz 2 hal 795).

berkata Assyu'biy menanggapi hadits ini : "tidak disyaratkan pada seorang pengajar apa apa selain menerima apa apa yg diberikan padanya bila diberi (Shahih Bukhari Juz 2 hal 795). maka jelaslah bahwa menerima bayaran atas pengajarannya itu dibenarkan oleh rasul saw dan diakui oleh syariah, bahkan Rasul saw dg tegas menjelaskan bahwa dari apa apa yg diambil upahnya berupa jasa, maka pengajar agama lah yg paling berhak untuk dberi upah.

Dan Rasul saw bersabda : "Sebaik baik manusia dan sebaik baik yg melangkah dimuka bumi adalah para Guru (guru agama), karena mereka itu bila agama ini rusak mereka memperbaikinya, maka berilah mereka dan jangan kalian sewa mereka, sungguh seorang guru bila mengajari seorang anak mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim hingga anak itu bisa mengucapkannya maka Allah tuliskan bagi anak itu pengampunan, bagi guru itu pengampunan, dan bagi kedua ayah ibunya pengampunan" (HR Tirmidzi).

Namun sepantasnya seorang guru apalagi Da'i, untuk tidak mengandalkan nafkahnya dari mengajar, karena itu dirisaukan akan membuatnya tak ikhlas dalam berdakwah dan mengajar, namun sebaiknya ia mempunyai mata pencaharian lain, berdagang, atau lainnya dan menjadikan pemasukan dana dari hasil dakwahnya tuk kemajuan dakwah itu sendiri, maka dalam hal ini sungguh merupakan kemuliaan yg jelas, karena dana ditarik dari muslimin dan dikembalikan untuk dakwah muslimin.

Link Sumber Jawaban 1: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=4491&lang=id#4491


Jawaban 2:

Dalam hukum syariah tidak ada larangan bagi guru pengajar untuk menerima hadiah atau menetapkan bayaran, hal itu boleh boleh saja berlandaskan Nash hadits Rasul saw : “Sungguh yg paling berhak dibalas dg bayaran adalah Kitabullah” (Shahih Bukhari hadits no.5405). Hadits ini menunjukkan bahwa Rasul saw sangat memuliakan Ilmu syariah, maka sebagaimana orang orang membalas jasa seseorang dg bayaran, misalnya pegawai, penulis, penerima tamu, maka Rasul saw menjelaskan dari semua jasa, maka yg paling berhak untuk diberi balasan adalah para pengajar agama.

Diriwayatkan pula ketika suatu ketika seorang Ahli makrifah memberi uang 1000 dinar pada guru yg mengajari anaknya, maka guru itu berkata : “ini terlalu banyak!”, maka orang itu berkata : “harta sebanyak apapun kuberikan padamu tak bisa menyaingi jasamu mengajari anakku ilmu Allah.”

Nah.. pembahasan di atas adalah secara hukum syariah, namun dikembalikan antara dia dengan Allah maka tergantung niatnya, bila niatnya adalah untuk memperkaya diri maka ia tak dapat apa apa di akhirat kelak, rugi dengan 1000 kerugian karena telah menjual ilmunya didunia dg keduniawian dan harta, di akhirat ia pailit dan bangkrut.

Imam Ghazali rahimahullah menjelaskan mengenai hal ini dalam kitab nya Bidayatul hidayah, bahwa orang yg mempelajari ilmu hanya karena ingin keduniawian, ingin punya banyak pengikut, ingin kaya raya dg memanfaatkan ilmunya, menjualnya dg menghalallkan segala cara dg dalil dalil yg disambung potong, yg penting bisa menghasilkan uang dan kekayaan, maka orang seperti ini akan wafat dalam su'ul khatimah, seburuk buruknya keadaan, inilah yg dikatakan oleh Rasul saw : “aku daripada dajjal lebih takut lagi pada fitnah Ulama Su’ (ulama jahat), yaitu mereka yg mencari cara agar mendapatkan keduniawian dg cara menghalalkan yg haram dan mengharamkan yg halal, dg dalil dalil sambung potong agar orang awam percaya dan mengikutinya.

Mengenai kaya atau miskin kita tak bisa menilai dan menuduh sebelum kita memastikan bahwa hal itu ia dapatkan dari menjual agamanya, bisa saja Allah luaskan rizkinya dengan Allah jadikan murid muridnya kaya raya dan selalu mendukungnya, atau keluarganya mendukungnya, atau teman temannya ada yg maju dalam usaha dan membantunya untuk termudahkan dalam dakwahnya, ini semua bisa saja terjadi dengan kehendak dan anugerah Allah swt.

Link Sumber Jawaban 2: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=1886&lang=id#1886