Seorang hamba apabila berniat akan mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, maka dia akan mendapatkan berbagai macam tipu daya dan rintangan. Tipu daya yang pertama kali dihadapinya adalah syahwatnya, harta bendanya, tempat tinggalnya, anak istri dan pakaian-pakaiannya. Apabila ia terpengaruh oleh semua itu, maka terputuslah jalannya.
Sebaliknya, apabila ia tidak terpengaruh, dan malah tambah bersungguh-sungguh dalam perjalanannya menuju kepada Allah, maka datang cobaan lainnya, yaitu seperti orang-orang yang mengikuti jalannya, orang-orang yang berebut mencium tangannya, diberi tempat yang khusus di majlis yang dihadirinya, orang-orang pada minta doa dan barakah kepadanya dan beberapa hal yang semacam ini. Apabila ia terpengaruh dengan hal-hal seperti ini, maka terputuslah hubungannya dengan Allah Ta’ala.
Jika ia masih tidak terpengaruh, maka datang lagi cobaan baru lagi, yaitu mendapatkan hal yang luar biasa seperti karomah (kekeramatan) atau kasyaf (kemampuan menyingkap sesuatu). Jika ia terpengaruh oleh hal ini, maka terputuslah ia dari Allah Ta’ala.
Tetapi kalau ia masih tidak terpengaruh, maka masih datang cobaan lainnya, seperti rasa kesendirian, kekosongan, nikmatnya berkumpul dengan manusia, merasa mulia dengan kesendiriannya, dan merasa sepi dari pikiran terhadap dunia. Apabila ia berhenti sampai disini, maka putuslah ia dari tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Tetapi apabila ia masih meneruskan mujahadahnya, dan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan dan disukai oleh Allah Ta’ala, sebagaimana seorang hamba yang menyerahkan segenap rasa cinta dan ridhonya, dimanapun dan kapanpun ia berada, dan dalam keadaan bagaimanapun seperti dalam keadaan lelah, istirahat, nikmat, susah, di waktu berkumpul dengan manusia atau waktu kesendiriannya, bahkan ia tidak menginginkan apapun kecuali yang sesuai dengan keinginan Tuhannya, dan berusaha menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhannya dengan sempurna, serta jiwanya merasa lebih ringan dalam melangkah menuju kepada keridhoan Tuhannya, maka inilah yang dinamakan hamba yang telah sampai kepada Tuhannya dengan sempurna dan tidak terputus dari Tuhannya dengan apapun juga.
[Disarikan dari Isyarah Al-Wajd Syarah Ahibbatunaa Bi Najd, karangan Al-Habib Ali bin Isa bin Abdulqodir Alhaddad]
Sumber: http://bisyarah.wordpress.com