Selamat datang di unofficial Blog Yayasan dan Pondok Pesantren Al Madaniyyah Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau. Adapun tulisan-tulisan yang terdapat di Blog ini bukan mewakili pemilik yayasan, melainkan sekedar goresan dari seorang jema'ah dari Majelis Ta'lim yang diasuh oleh Yayasan ini. Terima kasih atas perhatian dan kunjungan Anda | Jadwal Majelis: 1. Pembacaan Maulid Simtud Duror (Kitab Maulid Baginda Rasulullah SAW, Karya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi - Hadhramaut) - Setiap Kamis Malam Jum'at Jam: 20:15 WIB s/d Selesai | 2. Pembacaan Sholawat Arba'in (Kitab Sholawat 40, Karya Al-Habib Toha Yahya - Shohibul Majelis Asma ul Husna wa Mawlidur Rasul - Kota Batam) - Setiap Ahad Ba'da Sholat Ashar Bersama Para Assatidz (Khusus Untuk Ahad Terakhir Setiap Bulannya Insya Allah Akan Dihadiri Juga Oleh Para Habaib Yang Dirangkai Dengan Tausiyah) | Jadwal Majelis Sewaktu-waktu Dapat Berubah Tanpa Pemberitahuan Terlebih Dahulu. Untuk Konfirmasi Tentang Jadwal Majelis, Silahkan Hubungi: Sekretariat Majelis Di Nomor Telepon: (0778) 468031 | Notification: This Blog is Recommended and Best Viewed With Internet Explorer 8 with 1024 x 768 and Above Monitor Resolution



08 Mei 2010

Kaum Istimewa Di Akhir Jaman

Kalam Al-Habib Abubakar Atthas bin Abdullah Alhabsyi

Hendaknya kita berpegang erat dengan tali yang kuat dan berjalan diatas jalan (thariqah) yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya SAW dalam setiap gerak-gerik kita, yaitu thariqah Alawiyah. Thariqah ini adalah jalan yang sesuai dengan apa yang diajarkan dan dijalankan oleh Rasulullah SAW pada keluarga dan para sahabat serta para auliya’ shufiah.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh beliau kepada Abi Hurairah,

“Wahai Abu Hurairah, hendaklah engkau mengikuti jalan (thariqah) yang ditempuh oleh suatu kaum yang ketika manusia ketakutan di hari penghitungan amal (hisab), mereka tidak takut. Dan ketika orang-orang di hari itu mengharapkan perlindungan, mereka tidak kebingungan. Mereka adalah sekelompok umatku di akhir jaman yang kelak mereka dibangkitkan bersama para Nabi. Jika orang lain melihat kepada mereka, pasti ia mengira bahwa mereka itu Anbiya’ karena keadaannya menyerupai Anbiya’. Di saat itu aku memberitahukan bahwa mereka itu adalah umatku. Maka tercenganglah manusia di saat itu. Mereka melewati shirot secepat kilat dan angin. Cahaya mereka menyilaukan mata manusia yang berkumpul di hari itu (hari penghitungan).”

Lalu berkata Abu Hurairah RA,

“Ya Rasulullah, perintahkan aku untuk meniru mereka.”

Kemudian Rasulullah SAW menjawab,

“Wahai Abu Hurairah, mereka itu menempuh jalan yang susah untuk dijalani yaitu jalan yang ditempuh oleh para Anbiya’. Mereka mengekang hawa nafsu mereka dan rela hidup sederhana padahal mereka mampu. Mereka menjauhi segala bentuk kesenangan dunia demi menggapai kebahagiaan di sisi Allah SWT. Mereka berhati-hati atas hal-hal yang halal dan haram karena takut akan adanya hisab. Mereka berkiprah di dunia tetapi mereka tidak mencintainya. Sehingga para Malaikat pun terkagum-kagum melihat ketaatan mereka atas Tuhan mereka. Alangkah beruntungnya mereka!. Aku berharap semoga Allah mengumpulkan mereka dengan aku.”

“Ya Abu Hurairah, Jika Allah menghendaki siksa atas penduduk bumi maka Allah akan melindungi mereka dari siksa itu. Oleh karena itu, ikutilah sepak terjang mereka. Barang siapa tidak mengikuti kaum tersebut, niscaya mereka akan bergelimpangan dengan siksaan Allah.”

Berkata Makhul perawi Hadits ini,

“Semenjak itu Abu Hurairah selalu mengurangi makan dan minumnya, sehingga badannya menjadi kurus. Lalu kukatakan kepadanya, ‘kasihanilah dirimu sesungguhnya engkau sudah tua’. Barkata Abu Hurairah, ‘Wahai putraku, Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mengikuti jalan kaum tersebut, maka aku takut tertinggal oleh mereka dan berada dalam siksaan Allah SWT.”

[Diambil dari Tadzkiratul Mustofa, karya Al-Habib Abubakar 'Atthas bin Abdullah Alhabsyi, hal. 49, cetakan Singapura]

Sumber: bisyarah.wordpress.com

Read More..

Salah Satu Adab Di Dalam Majlis

Dalam suatu rauhah1 yang dihadiri oleh Al-Habib Abdul Bari’ bin Syeikh Alaydrus, seorang munsyid membacakan sebuah qoshidah2 Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad. Setelah qoshidah itu selesai dilantunkan, berkata Al-Habib Abdul Bari’ bin Syeikh Alaydrus: Jika ada seseorang yang asyik berbicara pada saat dilantunkan suatu qosidah yang digubah oleh Salaf, maka hal itu akan berarti dia merasa yakin bahwa dia punya omongan lebih baik dari kalam Salaf. Atau bisa berarti dia menolak kalam tersebut. Begitu juga jika seseorang asyik berbicara pada saat yang lain lagi membacakan Fatihah atau berdoa, maka hal itu menunjukkan sesungguhnya dia tidak mau mendapatkan pahala dari Fatihah atau doa yang dibacakan itu.

Didalam hadits dikatakan : Jika ada seseorang asyik berbicara ketika yang lainnya sedang membaca Al-Qur’an, maka Allah menyuruh seorang Malaikat dan Malaikat tersebut akan berkata kepada yang lagi asyik berbicara, "Diamlah wahai musuh Allah," sampai ia tidak bicara lagi. Jika ia masih tetap berbicara, Malaikat tadi akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dibenci oleh Allah," sampai ia berhenti berbicara. Jika ia masih juga tetap berbicara, Malaikat itu akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dilaknat oleh Allah."

Kalam Rasulullah SAW bersesuaian dengan Al-Qur’an. Begitu juga dengan kalam salaf bersesuaian mengikuti kalam Rasulullah SAW. Karena mereka tidaklah berbicara kecuali dengan ijin robbani. Begitulah ilmu tidak akan bisa didapatkan kecuali dengan adab, maka beradablah kalian, beradablah!


[Diambil dari kitab Bahjatun Nufus fi kalam Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus, disusun oleh Al-Habib Muhammad bin Saggaf bin Zain Al-Hadi, hal. 84-85]
--------------------------------------------------------------------------------
1. Rauhah adalah semacam majlis taklim
2. Qoshidah adalah syair dalam bahasa Arab yang terdiri dari minimal 7 bait.

Sumber: bisyarah.wordpress.com
Read More..

30 April 2010

Hukum Orang Yang Meninggalkan Sholat Menurut Pandangan Empat Imam Madzhab

Hukum orang yang meninggalkan sholat dalam pandangan 4 madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah bahwa orang yang membolehkan meninggalkan sholat atau memandangnya sebagai sesuatu yang bukan wajib adalah jelas-jelas telah kafir. Adapun hukum orang yang meninggalkan sholat karena malas, para ulama berbeda pendapat :

Imam Hanafi

Orang yang meninggalkan sholat karena malas, maka hukumannya dipukul hingga keluar darahnya atau dipenjarakan hingga jera dan melaksanakan sholat.

Imam Maliki

Orang yang meninggalkan sholat karena malas, hukumannya dibunuh dengan pedang. Setelah mati, berlaku baginya hukum orang Islam yang lain : dimandikan, disholatkan, dikubur dan hartanya menjadi harta waris.

Imam Syafi’i

Orang yang meninggalkan sholat karena malas, biarpun sekali sholat fardhu, hukumannya adalah dibunuh, dengan syarat sampai keluar waktu sholat tersebut atau sholat Jum’atnya, dan selama orang tersebut tidak beralasan walaupun berbohong. Hukuman ini dilakukan oleh penguasa negara (pemerintah Islam) atau yang berwenang sah dari pemerintah. Sebelum dibunuh, dianjurkan kepada pejabat untuk menyuruhnya bertaubat dan diberi waktu 3 hari. Kalau tetap tidak mau, dibunuh. Dan berlaku setelah mati juga hukum-hukum seperti lazimnya kaum muslimin : dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur bersama kaum muslimin serta hartanya menjadi harta waris.

Imam Hanbali

Orang yang meninggalkan sholat karena malas, biarpun sekali tanpa dilihat alasannya, dibunuh dan mati dalam keadaan kafir. Berlaku setelah mati adalah hukum orang murtad, tidak wajib dimandikan, tidak wajib dikafani, tidak boleh disholati dan tidak wajib dikuburkan. Boleh diumpankan jazadnya kepada anjing. Hartanya bukan menjadi harta waris tapi menjadi harta rampasan yang dikembalikan kepada kas negara.

Apakah masih tersisa olehmu, wahai saudaraku, keragu-raguan?. Apakah hendak kau tunda saatnya untuk kembali ke jalan yang diridhoi-Nya setelah kau simak dan ikuti ayat-ayat Allah SWT dan hadits baginda Rasulullah SAW?. Sampai kapankah, wahai saudaraku, baju kemalasanmu yang telah kumal kau kenakan?. Kepada-Mu juga, ya Allah, kami mohon dengan mengangkat kedua tangan kami untuk Kau buka mata hati kami yang telah hitam pekat digilas jaman. Jadikan kami, ya Allah, orang-orang yang Engkau tidak haramkan taufik dan hidayah-Mu, agar dapat kami dengan mudah menjalankan dan menjaga perintah sholat-Mu. Amin Allahumma Amin…

Sumber: bisyarah.wordpress.com
Read More..

23 April 2010

Cobaan Bagi Hamba Allah

Seorang hamba apabila berniat akan mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, maka dia akan mendapatkan berbagai macam tipu daya dan rintangan. Tipu daya yang pertama kali dihadapinya adalah syahwatnya, harta bendanya, tempat tinggalnya, anak istri dan pakaian-pakaiannya. Apabila ia terpengaruh oleh semua itu, maka terputuslah jalannya.

Sebaliknya, apabila ia tidak terpengaruh, dan malah tambah bersungguh-sungguh dalam perjalanannya menuju kepada Allah, maka datang cobaan lainnya, yaitu seperti orang-orang yang mengikuti jalannya, orang-orang yang berebut mencium tangannya, diberi tempat yang khusus di majlis yang dihadirinya, orang-orang pada minta doa dan barakah kepadanya dan beberapa hal yang semacam ini. Apabila ia terpengaruh dengan hal-hal seperti ini, maka terputuslah hubungannya dengan Allah Ta’ala.

Jika ia masih tidak terpengaruh, maka datang lagi cobaan baru lagi, yaitu mendapatkan hal yang luar biasa seperti karomah (kekeramatan) atau kasyaf (kemampuan menyingkap sesuatu). Jika ia terpengaruh oleh hal ini, maka terputuslah ia dari Allah Ta’ala.

Tetapi kalau ia masih tidak terpengaruh, maka masih datang cobaan lainnya, seperti rasa kesendirian, kekosongan, nikmatnya berkumpul dengan manusia, merasa mulia dengan kesendiriannya, dan merasa sepi dari pikiran terhadap dunia. Apabila ia berhenti sampai disini, maka putuslah ia dari tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.


Tetapi apabila ia masih meneruskan mujahadahnya, dan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan dan disukai oleh Allah Ta’ala, sebagaimana seorang hamba yang menyerahkan segenap rasa cinta dan ridhonya, dimanapun dan kapanpun ia berada, dan dalam keadaan bagaimanapun seperti dalam keadaan lelah, istirahat, nikmat, susah, di waktu berkumpul dengan manusia atau waktu kesendiriannya, bahkan ia tidak menginginkan apapun kecuali yang sesuai dengan keinginan Tuhannya, dan berusaha menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhannya dengan sempurna, serta jiwanya merasa lebih ringan dalam melangkah menuju kepada keridhoan Tuhannya, maka inilah yang dinamakan hamba yang telah sampai kepada Tuhannya dengan sempurna dan tidak terputus dari Tuhannya dengan apapun juga.

[Disarikan dari Isyarah Al-Wajd Syarah Ahibbatunaa Bi Najd, karangan Al-Habib Ali bin Isa bin Abdulqodir Alhaddad]
Sumber: http://bisyarah.wordpress.com

Read More..

08 April 2010

Tentang Upah Bagi Guru Mengaji

Jawaban Habib Munzir Al Musawa Seputar Upah Bagi Guru Mengaji dan Bagaimana Sebaiknya Sikap Seorang Da’i (Penyeru Ke Jalan Allah)

Sumber: Forum Tanya Jawab Majelis Rasulullah

Jawaban 1:

Saudaraku yg kumuliakan,

Boleh boleh saja mengambil bayaran dari mengajar agama, hal ini tidak disebut menjual agama, karena yg disebut menjual agama adalah menukar kebenaran dg kebatilan dengan iming iming bayaran dari fihak tertentu. Rasul saw bersabda : "Yang paling berhak untuk diambil upahnya adalah dari Kitabullah" (Shahih Bukhari Juz 2 hal 795).

berkata Assyu'biy menanggapi hadits ini : "tidak disyaratkan pada seorang pengajar apa apa selain menerima apa apa yg diberikan padanya bila diberi (Shahih Bukhari Juz 2 hal 795). maka jelaslah bahwa menerima bayaran atas pengajarannya itu dibenarkan oleh rasul saw dan diakui oleh syariah, bahkan Rasul saw dg tegas menjelaskan bahwa dari apa apa yg diambil upahnya berupa jasa, maka pengajar agama lah yg paling berhak untuk dberi upah.

Dan Rasul saw bersabda : "Sebaik baik manusia dan sebaik baik yg melangkah dimuka bumi adalah para Guru (guru agama), karena mereka itu bila agama ini rusak mereka memperbaikinya, maka berilah mereka dan jangan kalian sewa mereka, sungguh seorang guru bila mengajari seorang anak mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim hingga anak itu bisa mengucapkannya maka Allah tuliskan bagi anak itu pengampunan, bagi guru itu pengampunan, dan bagi kedua ayah ibunya pengampunan" (HR Tirmidzi).

Namun sepantasnya seorang guru apalagi Da'i, untuk tidak mengandalkan nafkahnya dari mengajar, karena itu dirisaukan akan membuatnya tak ikhlas dalam berdakwah dan mengajar, namun sebaiknya ia mempunyai mata pencaharian lain, berdagang, atau lainnya dan menjadikan pemasukan dana dari hasil dakwahnya tuk kemajuan dakwah itu sendiri, maka dalam hal ini sungguh merupakan kemuliaan yg jelas, karena dana ditarik dari muslimin dan dikembalikan untuk dakwah muslimin.

Link Sumber Jawaban 1: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=4491&lang=id#4491


Jawaban 2:

Dalam hukum syariah tidak ada larangan bagi guru pengajar untuk menerima hadiah atau menetapkan bayaran, hal itu boleh boleh saja berlandaskan Nash hadits Rasul saw : “Sungguh yg paling berhak dibalas dg bayaran adalah Kitabullah” (Shahih Bukhari hadits no.5405). Hadits ini menunjukkan bahwa Rasul saw sangat memuliakan Ilmu syariah, maka sebagaimana orang orang membalas jasa seseorang dg bayaran, misalnya pegawai, penulis, penerima tamu, maka Rasul saw menjelaskan dari semua jasa, maka yg paling berhak untuk diberi balasan adalah para pengajar agama.

Diriwayatkan pula ketika suatu ketika seorang Ahli makrifah memberi uang 1000 dinar pada guru yg mengajari anaknya, maka guru itu berkata : “ini terlalu banyak!”, maka orang itu berkata : “harta sebanyak apapun kuberikan padamu tak bisa menyaingi jasamu mengajari anakku ilmu Allah.”

Nah.. pembahasan di atas adalah secara hukum syariah, namun dikembalikan antara dia dengan Allah maka tergantung niatnya, bila niatnya adalah untuk memperkaya diri maka ia tak dapat apa apa di akhirat kelak, rugi dengan 1000 kerugian karena telah menjual ilmunya didunia dg keduniawian dan harta, di akhirat ia pailit dan bangkrut.

Imam Ghazali rahimahullah menjelaskan mengenai hal ini dalam kitab nya Bidayatul hidayah, bahwa orang yg mempelajari ilmu hanya karena ingin keduniawian, ingin punya banyak pengikut, ingin kaya raya dg memanfaatkan ilmunya, menjualnya dg menghalallkan segala cara dg dalil dalil yg disambung potong, yg penting bisa menghasilkan uang dan kekayaan, maka orang seperti ini akan wafat dalam su'ul khatimah, seburuk buruknya keadaan, inilah yg dikatakan oleh Rasul saw : “aku daripada dajjal lebih takut lagi pada fitnah Ulama Su’ (ulama jahat), yaitu mereka yg mencari cara agar mendapatkan keduniawian dg cara menghalalkan yg haram dan mengharamkan yg halal, dg dalil dalil sambung potong agar orang awam percaya dan mengikutinya.

Mengenai kaya atau miskin kita tak bisa menilai dan menuduh sebelum kita memastikan bahwa hal itu ia dapatkan dari menjual agamanya, bisa saja Allah luaskan rizkinya dengan Allah jadikan murid muridnya kaya raya dan selalu mendukungnya, atau keluarganya mendukungnya, atau teman temannya ada yg maju dalam usaha dan membantunya untuk termudahkan dalam dakwahnya, ini semua bisa saja terjadi dengan kehendak dan anugerah Allah swt.

Link Sumber Jawaban 2: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=1886&lang=id#1886

Read More..

06 April 2010

Akibat Sifat Sombong

Dahulu, di kalangan bani Israil, hidup seorang penjahat. Pada suatu hari ia bertemu dengan seorang ahli ibadah (‘abid) yang juga berasal dari bani Israil. Setiap kali berjalan, si ‘abid dinaungi oleh awan. Saat bertemu dengan si ‘abid, penjahat tersebut berkata dalam hatinya, “Aku adalah seorang penjahat dan dia seorang ‘abid, biarlah aku duduk di dekatnya agar Allah merahmatiku.” Ia lalu duduk di samping ‘abid tersebut.

Pada saat itu, si ‘abid memandang rendah penjahat tersebut dan berkata dalam hatinya, “Aku adalah seorang ‘abid, sedangkan dia seorang penjahat, mana boleh dia duduk di sampingku.” Allah pun mewahyukan kepada Nabi yang hidup di zaman dan daerah itu, “Perintahkan keduanya untuk mulai beramal lagi, karena sesungguhnya telah Kuampuni penjahat itu dan Kugugurkan pahala amal si ‘abid.”

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sewaktu mereka beranjak dari tempat duduknya, awan yang sejak dulu menaungi si ‘abid berpindah menaungi si penjahat.*

Saudaraku,

Semoga kisah di atas mampu menjadi renungan terdalam bagi kita semua untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap gerak hidup kita ini.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala melindungi dan memelihara hati kita dari sifat sombong dan merasa mulia dan lebih baik dari pada orang lain, meski rasa itu hanya sebesar biji atom, yang tak pernah kita sadari hadirnya di hati, namun akibatnya sangat membinasakan kedudukan kita dalam pandangan Allah dan menghapuskan kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan…aamiin Allahumma aamiin.

Allahumma inna nas aluka husnul khotimah, wa na’udzubika min su’il khotimah..


Rujukan: “Inilah Jawabannya – Jawaban Atas Berbagai Persoalan Sehari-hari” oleh Habib Naufal (Novel) bin Muhammad Alaydrus, Desember 2009, Hal 135
Read More..